Kamis, 16 Mei 2013

BALADA ORANG-ORANG HEBAT_Para Penderma Ulung



Add caption

Dari judul tulisan ini mungkin anda mengira kalau yang saya tulis ini adalah kisah perjalan orang –orang hebat yang sukses seperti bukunya Davit Setiawan, Life Will Never Be The Same atau buku inspiratif lainnya yang sangat menginspirasi. Anda salah. Orang-orang hebat yang saya kisahkan di sini bukan orang hebat yang menjadi pejabat atau orang sukses dalam bisnis maupun karir. Ini adalah kisah tentang orang-orang biasa yang mampu menggugah orang-orang yang tertidur seperti saya. Kisah sepele yang mungkin juga anda semua pernah alami. Ini merupakan cerita sehari-hari selama saya bergumul dengan orang-orang di sekitar saya. Mereka adalah orang orang hebat yang sering luput dari perhatian kita semua.
Dalam kehidupan, seseorang kadang mengalami krisis semangat atau pesimisme untuk menjalankan kehidupan agar tetap hidup, dan hidup lebih bermakna bagi diri sendiri maupun orang lain. Dalam kondisi ini seseorang sangat membutuhkan penyemangat atau motivator. Membaca buku-buku motivasi dan kata-kata bijak dari para motivator terkenal atau biografi orang-orang sukses mampu merubah pesimis menjadi optimis. Atau bagi yang tidak suka membaca bisa mendengarkan atau menonton talk show seperti Kick Andy atau Mario Teguh Golden Ways misalnya.  Atau seminar-seminar motivasi yang pembicaranya orang-orang hebat dan sukses.  Cara-cara tadi bisa menjadi pemompa hati yang sedang berkilau dalam galau.
Kita tidak menyadari bahwa sebenarnya banyak sekali motivator-motivator hebat di sekitar kita kalau kita mau membuka mata. Orang-orang tercinta dan terdekat kita. Orang-orang yang kita temui tanpa sengaja yang tak pernah kita pedulikan. Mereka adalah orang-orang yang tersingkir dan terabaikan dalam perhatian kita untuk kita jadikan teladan yang nyata dan benar-benar ada tidak jauh dari kita. Memang mereka bukan orang hebat yang populer karena mereka tidak mencari popularitas. Orang-orang hebat yang kita anggap tidak hebat. Bahkan orang-orang ini juga tidak tahu kalau dirinya hebat. Hebat bukan?

PARA PENDERMA ULUNG
Saling memberi merupakan kewajiban bagi kita semua umat manusia apalagi terhadap mereka yang masih kekurangan baik berupa ilmu maupun materi. Tuntunan tentang berbagi, memberi atau bersedekah sudah banyak kita dapatkan dari teladan kita sebagai umat beragama. Pelajaran atau dalil sering kita dengarkan dari para pendakwah atau penceramah top di tanah air kita. Tetapi mengapa kita masih sering menjadi manusia yang angkuh dan sombong sehingga berat rasanya untuk berbagi atau memberi. Mungkin karena kita enggan belajar atau tidak mau membuka mata kita lebih lebar lagi.  Sebenarnya teladan kita itu ada di mana-mana. Di sekeliling kita banyak sekali teladan yang luput dari pandangan mata dan bahkan kita anggap mereka tidak ada.
Pengalaman ini benar-benar merupakan tendangan penalty buat saya untuk menjadi orang generous. Waktu itu sore hari setelah ashar, saya mengantar istri saya berbelanja di sebuah toko sembako langganan istri saya. Seperti biasanya saya hanya duduk di atas motor yang saya parkirkan di depan toko tersebut di pinggir jalan besar. Tiba-tiba mata saya tertuju pada sebuah titik di mana seorang gelandangan berbaju kumal dan berambut gimbal, (rupanya dia orang gila yang baru aku lihat di daerah sekitar toko itu). Sembari mengomel diapun tertawa sendiri. Entah apa yang ditertawakannya itupun saya tidak tahu lagian itu bukan urusan saya. Sudahlah! Saya tidak mau memikirkan orang itu. Memang akhir-akhir ini hampir di setiap sudut kota banyak orang gila yang berkeliaran. Mungkin saya adalah orang yang ke-sekian yang merasa terganggu dan hanya menggerutu dan tidak perduli dengan kehadiran mereka yang merusak pemandangan mata kita. Itu yang ada di pikiran saya saat itu.
Selama beberapa menit saya menunggu istri saya berbelanja, tiba-tiba dari dalam toko keluar seorang ibu yang menenteng belanjaan dan susah payah menuntun anak perempuannya yang berusia sekitar 5 tahun. Tepat di depan orang gila tadi, ibu tersebut berhenti dan mengeluarkan sesuatu dari kantong plastik belanjaannya. Saya sangat terkejut ketika dia mengeluarkan sebungkus roti dan minuman cup dan memberikannya pada si gila tadi dan kemudian berlalu sambil menyeret anak lima tahunnya tadi berjalan pulang menyusuri pinggir jalan besar itu. Sementara si gila tadi masih sibuk dengan tawanya tanpa mempedulikan si ibu pemberi tadi (apalagi pada saya) tanpa mengucapkan terima kasih. (masih wajar karena dia tidak normal).
Saya bukannya mengeluhkan terhadap si gila yang tidak tahu berterima kasih, tetapi saya tidak habis pikir mengapa ada orang sebaik ibu tadi yang masih peduli terhadap orang gila itu? Mengapa harus seorang ibu yang sedang kerepotan bawa belannjaannya dan membawa anak kecil? Kenapa bukan saya yang sedang duduk santai kemudian beli sesuatu dan diberikan ke orang gila itu ? Atau kenapa bukan sang pemilik toko itu?
Ternyata di zaman seperti sekarang ini, di mana orang-orang sudah semakin sibuk mengurusi dirinya sendiri, masih ada orang yang peduli dengan sesamanya yang kekurangan. Kalau saja di kota ini ada seribu ibu-ibu seperti itu mungkin tidak banyak orang kelaparan di ujung-ujung sana. Ternyata pelajaran berharga itu saya dapatkan hanya sambil duduk di atas motor yang saya parkirkan beberapa menit yang lalu. Harus diakui bahwa hari ini saya benar-benar telah mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari ibu tadi. Ibu tadi menjadi the real teacher buat saya. Actionnya melebihi seorang dai kondang yang banyak berceramah agar kita banyak memberi. Keteladanannya benar-benar telah menampar saya agar saya menjadi seorang yang murah untuk memberi.  Kadang kita terlalu banyak menghitung dan menunggu untuk memberi karena semakin banyak menghitung semakin berat untuk memberi. Seperti ibu tadi, dia tidak banyak menghitung dan tidak pula banyak  bicara, tetapi bertindak. Dia memang hebat. Two thumbs up for you mam!
Orang hebat berikutnya adalah orang terdekat saya. Dia adalah istri saya. Dia telah melakukan banyak hal  yang kadang tidak bisa saya lakukan diantaranya yaitu suka memberi. (Bukan berarti saya tidak suka memberi; ini pembelaan). Tetapi lebih ke the way she gives. Kebiasaanya ini sering membuat saya tercengang dan tidak mengerti jalan pikirannya (yang positif). Caranya dia memberi sering di luar dugaan saya. Surpirising! Sering saya bergeleng kepala tak percaya atas apa yang dia lakukan.
Pernah suatu ketika, dia cerita sama saya. Karena hari itu saya tidak bisa mengantarkannya dia ke sekolah di mana dia mengajar. Terpakasa dia harus menggunakan jasa becak. Kebetulan jarak dimana saya mengedrop dia cukup jauh dari sekolah tersebut. Sama seperti ibu-ibu yang lain terjadi tawar menawar harga. ‘Lima belas ribu’ kata tukang becak itu. Isri saya menawar sepuluh ribu. Karena istri saya memang paling pintar untuk tawar menawar, akhirnya tukang becakpun harus mengalah dengan harga sepuluh ribu. Setelah deal tukang becakpun mulai mengayuh. Perjalanan cukup lama karena ternyata jalan agak menanjak. Dalam perjalanan istri saya mulai berubah pikiran karena melihat kondisi jalan dan si bapak tukang becak juga sudah berumur lanjut. Begitu turun, si tukang becak sangat terkejut karena uang yang diterimanya sejumlah lima belas ribu rupiah. Tukang becak berusaha menanyakan jumlah uang yang diterimanya tetapi sudah terlambat. Istri saya sudah berlalu. Begitu cara istri saya memperlakukan tukang becak.
Tidak hanya tukang becak yang diperlakukan seprti itu. Dia sering melakukan hal yang sama terhadap tukang parkir. Di kala tukang parkir sedang mencari uang kembalian Rp.1000 dari uang pecahan Rp.2000 yang istri saya berikan, istri saya sering menolaknya, ‘Gak usah mas.’ Saya hanya menarik nafas  sambil mengangguk angguk, kemudian istri saya menatap saya sambil senyum manis sekali. Saya pun hanya membalas dengan senyuman yang tidak kalah manisnya.
Pernah di suatu hari, saya mengantar istri saya belanja. Setelah selesai saya perhatikan dia membawa dua kantong plastik belanjaan. Saya hanya berfikir, ‘Pasti istri saya mau masak besar, nih.’ Pikir saya kegeeran.  Sekitar kurang beberapa meter dari rumah saya, istri saya meminta saya menghentikan motor saya tepat di depan rumah Pak Margo (tetangga kami yang sedang sakit atsma dan tidak lagi produktif bekerja). Lagi-lagi saya menarik nafas setelah melihat dia kembali dengan hanya menenteng  satu tas plastiknya, saya baru sadar dan menarik kembali pemikiran saya, ‘istri saya pasti tidak akan masak besar’.
Dia hanya bilang, ‘Alhamdulillah, Mas. Cuma ini yang bisa kita lakukan.” Katanya sambil melemparkan senyum termanisnya. ‘What?? Cuma ini? Ini sudah luar biasa, sayangg?” Kataku dalam hati saja dan saya hanya membalas senyumnya semanis mungkin.  Karena arti senyuman saya itu sudah mewakili semua kata-kata saya yang bernada mensupportnya.
Tidak hanya itu. Masih banyak sekali yang luar biasa dari dia. Tentunya tidak akan saya ceritakan semua di sini. Saya takut membuat anda terlalu banyak iri pada saya. Setidaknya di dalam lingkungan perumahan yang kami tinggali, ada seorang anak remaja yang “maaf” agak kurang sempurna. Icha namanya. Saya tidak menyangka kalau istri saya begitu memperhatikan mas Icha (bukan cemburu). Tidak jarang istri memberinya sekedar makan malam dan uang jajan setiap kali dia datang. Indah… sekali melihatnya.
Dia memang cantik, tetapi menurut saya dia tidak hanya cantik tetapi dia sangat indah dengan cara dia yang sangat generous. Dia juga pernah bilang,” Manusia terindah adalah manusia yang bermanfaat untuk saudaranya. ” Katanya mengutip kata-katanya Mario Teguh. Kemudian saya pun membalasnya,’ Orang yang hidup hanya untuk dirinya sendiri lebih mudah untuk merasa sedih dan tidak berguna.’ Itu kata-kataku tak kalah seru sambil berusaha mengingat kata-kata Mario Teguh juga. Karena tukang becak, tukang parkir, pak Margo, dan mas Icha, mereka memang saudara kita semua yang tidak semua orang mau menyentuhnya.