
Tak jarang kasih sayang, cinta,
dan perhatian kita sebagai suami atau
anak sering menjadi buah perpecahan kalau kita tidak bisa memenejnya. Alhasil, antara istri dan ibu kita bisa menjadi
musuh sepanjang jaman dalam kehidupan mereka. Atau mereka sendiri yang merasa
menjadi korban karena ketidakadilan kita. Sikap atau keputusan yang diambil sering
menjadi buah simalakama.
Sangat dibutuhkan kedewasaan dan
kemauan untuk belajar. Belajar untuk memberi bukan menerima. Belajar menahan
segala keinginan akan perhatian dari orang lain dan belajar memberi perhatian
kepada orang lain. Karena istri adalah wanita yang sangat membutuhkan perhatian
lebih dari seorang suami. Begitupula ibu, dia orang yang sudah merelakan anak
lelakinya untuk mencurahkan perhatian kepada wanita lain. Merelakan perhatian
yang dulu selalu didapatkan sebelum memiliki wanita yang dipilihnya. Kerinduan
demi kerinduan terajut dalam kerut kelopak matanya yang semakin menua. Dia pun
akan tersenyum bahagia cukup dengan melihat anaknya bahagia.
Tanpa sepengetahuanku, dialah
orang yang paling sering menanyakan kabar ibuku lewat sms kadang meneleponnya.
Dia juga yang sering bermanja dan dibelai oleh ibuku ketika mereka berdua
bertemu. Dia juga yang sering dibilang tetangga kalau istriku adalah anaknya
bukan menantunya. Dia juga yang banyak memiliki persamaan kesukaan makanan. Dia
juga yang sering mengajak ibuku berbagi ilmu memasak atau mendidik anak.
Ibuku bukanlah orang
berpendidikan. Sedangkan istriku seorang guru yang banyak bergaul dan banyak
memiliki ilmu pengetahuan dan pergaulan (public
relation). Ibuku tidak mengenal public
relation. Tetapi ibuku memiliki kasih sayang luar biasa kepada anaknya yang
dicurahkan lewat istriku. Tak ada yang lebih indah dibandingkan melihat para
wanitaku saling merindu dan mencinta. Mereka adalah para perempuanku yang mampu
membuat hidupku menjadi lebih hidup.