Jumat, 16 Agustus 2013

AKU DAN PERJALANANKU



 
SEKAPUR SIRIH



Bismillaahirrohmaanirrohiim…
Keluargaku, Saudaraku, Sahabatku, tetanggaku, teman-temanku, siswa-siswaku, dan siapa saja yang membaca kisah ini, terima kasih sudah mau membuka blogku dan sudi membaca kisah pribadiku yang sederhana dan tak berarti ini. Namun, mudah-mudahan bisa sekedar menjadi teman minum teh atau kopi atau menjadikan bahan bacaan ringan di waktu senggang anda semua. Syukur-syukur bisa sedikit menjadi motivasi dalam hidup anda untuk terus belajar dan berjuang. Belajar dari apa yang kita lihat, belajar dari apa yang kita dengar, belajar dari keberhasilan orang dan bahkan dari kesalahan atau kegagalan seseorang. Belajar dari pengalaman, baik pengalaman pribadai maupun orang lain. Karena sebuah pepatah yang  mengatakan bahwa Experience is the best teacher, pengalaman adalah guru yang terbaik. Dan yang terbaik jadikanlah guru dalam mencari pengalaman hidup ini.

Kisah yang aku tuliskan ini bukan merupakan kisah kesuksesan seperti kisah-kisah orang hebat yang telah berjasa bagi dunia ilmu pengetahuan yang mampu memberikan manfaat terbesar bagi umat manusia seperti Albert Einstein, Thomas Alva Edison atau penulis ternama J.K. Rowling dan lain-lain. Kisah ini juga bukan merupakan kisah heroik seseorang yang telah menyelamatkan orang lain dari suatu bahaya atau masalah yang maha sulit. Tetapi hanya sekelumit kenangan akan perjalananku hingga aku menjadi seorang pendidik. Dan sebuah bukti bahwa kata-kata where there is a will there is a way itu benar-benar ampuh. Kata-kata yang pernah aku baca di bagian footnote di buku tulis yang dipakai siswa-siswaku. Kata-kata sederhana sarat makna yang sering terabaikan.
Di beberapa bagian, kisah ini juga sudah aku ceritakan di hadapan siswa-siswaku di kelas secara garis besar. Sebenarnya tak ada yang istimewa dari kisah ini. Aku hanya ingin mereka siswa-siswaku khususnya dan pembaca semua percaya bahwa Life Will Never Be The Same seperti judul buku yang pernah aku baca karya Davit Setiawan. Bahwa kehidupan seseorang itu tidak boleh statis atau jalan di tempat. Apalagi terus bergelayut dalam keterpurukan. Bahwa hampir setiap orang sukses pernah mengalami kegagalan atau pernah mengalami masa-masa suram. Atau orang yang mempunyai keterbatasan fisik seperti Nick Vujicic bisa menjadi orang luar biasa melebihi orang normal. Tetapi justru dari kegagalan atau keterbatasan seseorang akan menjadi pemacu sukses yang luar biasa. Bahwa kehidupan seseorang memang perlu mengalami perubahan. Dari yang gagal menjadi berhasil. Dari yang sangat terbatas menjadi sukses tanpa batas.
Sebut saja kisah ini sebagai suatu ungkapan rasa bangga dan syukur. Karena aku dapat merasakan kebanggaan dan kebahagiaan tiada tara hanya karena aku menjadi guru. Bukan karena tunjangan guru yang aku terima karena memang aku bukan guru yang menerima tunjangan prestasi yang cukup menjadi bahan iri hati bagi PNS lain selain guru. Karena aku hanya seorang guru honorer yang sangat bangga bisa menjadi guru. Kisah ini juga menceritakan bahwa sebuah keinginan kadang tidak bisa dicapai tepat waktu seperti yang kita inginkan. Kita harus bersabar dan terus berjuang untuk mendapatkan yang kita inginkan.
Sejak Juli tahu 2005 aku sudah mengajar di sebuah SMA Negeri di pinggiran kota keripik ini (Purwokerto) dengan status Guru Honorer atau Guru Tidak Tetap disingkat GTT. Aku tidak akan menyoal mengapa aku masih menjadi guru honorer. Walaupun justru banyak orang yang menanyakan status kepegawaianku itu. Dan aku sadar betul kalau semua itu sudah ada yang mengatur. PP 48 tentang Guru dan Dosen pun sudah sangat jelas mengaturnya. Hanya karena aku mulai menjadi guru wiyata bakti di bulan Juli 2005, bukan Januari 2005. Seperti yang sudah kutulis di atas, semua sudah menjadi kehendak Yang Kuasa.
Status guru honor yang aku sandang sama sekali tidak membuat semangat mengajarku menjadi kendor. Tuhan telah memberikan kesempatan buat aku untuk menjadi seorang pendidik. Itu yang penting. Dan aku merasa sangat bersyukur bisa menjadi seorang pendidik. Menjadi guru merupakan kepercayaan yang Tuhan amanatkan padaku dan aku harus bisa mengembannya dengan benar. Itu yang tidak mudah.
Memang tidak mudah untuk menjadi guru. Karena guru sudah diberi label oleh masyarakat dengan akronim GURU itu sendiri bahwa guru adalah orang yang bisa diguGU (dipercaya tutur-katanya) dan ditiRU (dijadikan contoh semua perilakunya). Itu yang masih perlu jadi renungan bagiku dan semua guru di manapun dan pada level apapun. Maka tak heran kalau aku sebagai seorang guru sering dapat senyum separuh dari tetangga ketika mereka mendengar berita di TV tentang perilaku guru yang bertolakan dengan label yang melekat pada profesi seorang guru tadi. Banyak pelajaran yang mengajarkan aku untuk terus belajar sehingga siswa dapat belajar dengan guru yang mampu mengajar dan mendidik dengan benar.
Memang tidak bisa dipungkiri, kadang aku masih saja gundah dengan keadaanku. Mungkin karena aku selalu teringat dengan pepatah jawa yang mengatakan life begins at forty. Benar atau tidak pepatah itu aku tetap memikirkannya. Kalau sampai pada saatnya, tepat di usiaku empat puluh, dan aku masih seperti ini, itu artinya aku harus menjawab bahwa aku sudah sukses. Bukan hanya untuk menguji kebenaran pepatah tersebut. Tapi karena memang aku sudah sukses dengan ukuranku sendiri. Atau kalau pun aku harus menjawab aku belum sukses, itu artinya aku tidak boleh mempercayai pepatah tersebut dan aku harus berusaha untuk berubah di sisa usiaku setelah empat puluh. Aku harus yakin dengan kekuasaan Tuhan yang maha memberi pada mahluknya yang terus berusaha dan mau berubah.
Sudah kurang lebih delapan tahun aku menjadi guru di usiaku yang sudah merambah  40 tahun. Kalau dibilang aku sudah sukses, jawabannya aku hanya sangat bersyukur dengan kondisiku sekarang. Karena ukuran kesuksesan seseorang berbeda-beda tergantung dengan kacamata apa kita melihatnya. Yang perlu aku syukuri adalah bahwa sudah banyak sekali perubahan dalam kehidupanku yang aku tempuh semenjak masa kanak-kanak hingga sekarang. Semua aku lalui dengan penuh kesabaran serta kerja keras selama perjalanan yang membawaku sampai di sini.  Semua sandungan yang menyandung, rintangan yang menghadang, cobaan yang menerpa, dan ujian yang tanpa lembar jawab kulalui dengan senyuman.
Sebagai pendidik aku harus tahu dan mengerti kondisi anak didiku. Mereka adalah anak-anak yang luar biasa. Mereka memang sangat luar biasa karena sekitar 40% dari mereka setelah lulus SMA ini harus berjuang untuk menghadapi dunia kerja. Artinya hanya sekitar 60 persen yang dapat menikmati bangku kuliah. Dari empat puluh persen yang tidak bisa lanjut kuliah ini, sebenarnya ingin meneruskan jenjang yang lebih tinggi namun belenggu ekonomi tak mampu bicara banyak. Karena itulah mereka harus menahan keinginan mereka dan tidak ada pilihan lain yaitu bekerja. Seperti kisah yang akan aku ceritakan ini. Tentang perjalanan panjang yang membawaku hingga di sini. Menjadi guru.

Penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar